Tuesday 11 March 2014

mas goen, bung pram & pak samad

semacam ada persamaan yang saya jumpa dalam salah satu esei Mas Goen, Suatu Hari Dalam Kehidupan Pramoedya Ananta Toer yang termuat dalam buku rampaian eseinya, Kesusastraan Dan Kekuasaan, dengan kehidupan A. Samad Said sekarang. 

memang, Pak Samad tidak dipenjarakan walaupun dia sedang menentang kerajaannya sendiri, tidak seperti Bung Pram yang dipenjara oleh rejim Soeharto setelah Soekarno (yang didukungnya) ditumbangkan. walau benar, mereka kedua-duanya lantang, baik Pak Samad yang masih juga bebas dan Bung Pram yang meski sudah dipenjara di Pulau Buru masih ingin berteriak.

tapi yang ingin saya samakan di sini adalah pabila esei Mas Goen bicaranya begini tentang Bung Pram; 

Kesusastraan memang tak selamanya bisa menolong, dan tak akan langsung sanggup memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan rasa kemanusiaan. Bisa dimengerti pula apabila sastrawan sering tergoda oleh semacam rasa malu, atau mungkin putus asa, melihat dirinya sendiri hanya menulis puisi, cerita-pendek, novel atau esai, sementara ketidak-adilan berlingkar-lingkar di sekitarnya: seakan-akan ia tak cukup menjadi manusia penuh yang bila perlu bertindak.

ini agaknya yang mendorong Pak Samad untuk sarung baju kuning itu, dan terus meredah segala macam pertentangan-pertentangan hasil dari tindakannya yang begitu nekad (dan berani?), kerana dia mesti menyelesaikan pertentangan peribadinya yang berlaku selama ini. 

Tapi kesalahan Pramudya Ananta Toer ialah bila ia dengan begitu kemudian mengira, bahwa hanya Partai Komunis yang akan bisa membereskan persoalan.

kita tahu, Bung Pram disumbat di Pulau Buru kerana mendukung Partai Komunis di masa Soekarno. dan mungkin memang kerana itu (atau mungkin ada hal-hal lainnya yang mendorong), di mata Mas Goen, orang tua ini salah langkah dalam menyelesaikan persoalannya. tapi itu pula adalah pandangan peribadinya sendiri. sedang kita tak tahu (atau mungkin tak cukup baca) apa kata Bung Pram tentang usahanya - kecundang? atau hanya suatu jalan lagi yang terbentang untuk dia menyelesaikan persoalannya.

begitu juga dengan Pak Samad. kita tak tahu, apa yang akan terjadi kepadanya, atau juga arah perjuangannya kalau-kalau parti yang dijunjungnya sekarang, tiba-tiba mengkhianati kata-katanya sendiri. begitu juga kita rasa saya. masih ramai yang sedang meniti pagar di antara banyaknya jalan, sambil-sambil cuba untuk menciptakan sesuatu yang kita boleh dengan bangganya gelarkan sajak, cerpen, novela, novel yang bagus. dan seperti Pram, Samad, sekalipun Goen, kita tak ada jalan lain, melainkan terus saja berjalan.

No comments: